Saturday, May 8, 2010

Majalah mimbar untan/ edisi v / mimbar sastra

Mantra :

Tradisi Sastra Lisan Melayu dalam Khazanah Islam

oleh syf Ratih KD

   Mantra merupakan salah satu khazanah kebudayaan masyarakat Melayu yang diwariskan secara turun temurun. Berkaitan erat dengan pemikiran, kepercayaan dan corak hidup masyarakat pengamalnya. Namun minimnya interaksi mereka pada alam, menyebabkan mantra semakin tersisihkan dari pola hidup mereka.

Menurut Dosen Fakultas Keguruaan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Tanjungpura (Untan) Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra, Martono, suku melayu sangat kaya dengan karya sastra. Ini sebagai bentuk ekspresi kehidupan masyarakat Melayu dimasa lampau yang diwariskan secara turun temurun. Sehingga dapat menanamkan rasa cinta terhadap kebudayaan sendiri

Kesusastraan Melayu hidup dan berkembang di Kalimantan Barat mengalami periode penciptaan yang saling mempengaruhi antar satu periode dengan periode lain. Sastra lisan, bagian dari tradisi yang berkembang di tengah rakyat jelata yang menggunakan bahasa sebagai media utama.

Isi dan bentuk sastranya lebih banyak bernuansa animisme, dinamisme, dan Hindu-Budha, dan semua hasil karya tersebut dituangkan dalam bentuk prosa dan puisi. Untuk puisi, tampak tertuang ke dalam wujud pantun, peribahasa, teka-teki, talibun, dan mantra. Bentuk yang terakhir ini (mantra), sering dikenal dengan jampi, serapah, tawar, sembur, cuca (cerca), puja, seru dan tangkal.

Tak hanya itu, mantra memperlihatkan juga jejak peradaban yang mempengaruhinya. Sebelum Islam berkembang di negara Indonesia tidak ada nuansa Islam sama sekali dan bentuknya adalah sastra lisan. Dimana, budaya melayu merupakan perpaduan antara islam budaya lokal yang terlebih dahulu dipengaruhi oleh Hindu – Budha.

Dalam kehidupan sehari-hari, jenis sastra ini biasanya dituturkan seorang ibu kepada anaknya, tukang cerita pada pendengarnya, guru pada muridnya, ataupun antar sesama anggota masyarakat. Untuk menjaga kelangsungan sastra lisan ini, warga masyarakat mewariskannya secara turun temurun dari generasi ke generasi.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia : 2001, Mantra diartikan sebagai susunan kata berunsur puisi (seperti rima dan irama) yang dianggap mengandung kekuatan gaib. Biasanya diucapkan oleh dukun atau pawang untuk menandingi kekuatan gaib lain.

 

Mantra Dan Penggunaan

 

Mantra adalah suatu idiom atau kata khusus yang mempunyai arti tersendiri. Bahkan, menyimpan kekuatan dahsyat yang terkadang sulit diterima akal sehat. Ciri-ciri mantra yang memukau (lantaran permainan bunyi, pemanfaatan gaya bahasa), sugestif (anjuran, saran, pengaruh dan sebagainya yang dapat menggerakkan hati orang dan sebagainya), dan membius lantaran ketepatan ungkapan dengan kata-kata kongkret.

Menurut Peneliti Kebudayaan Melayu Kalimantan Barat, Hemansyah, penggunaan mantra lebih eksklusif, karena hanya dituturkan oleh orang tertentu saja, seperti pawang dan dukun karena bacaannya dianggap keramat dan tabu. Menurut orang Melayu, pembacaan mantra diyakini dapat menimbulkan kekuatan gaib untuk membantu meraih tujuan tertentu. Seperti untuk pengobatan, pelindung diri, ataupun untuk melakukan suatu pekerjaan.

Bentuk Mantra ialah puisi bebas, yang tidak terlalu terikat pada aspek baris, rima dan jumlah kata dalam setiap baris. Dari segi bahasa, mantra biasanya menggunakan bahasa khusus yang sukar dipahami. “Adakalanya, dukun atau pawang sendiri tidak memahami arti sebenarnya mantra yang dibaca, ia hanya memahami kapan mantra tersebut dibaca dan apa tujuannya,” ujar Dosen STAIN Pontianak dan mengajar mata kuliah pendidikan Agama Islam di Universitas Tanjungpura pontianak.

Kemunculan dan penggunaan mantra ini dalam masyarakat melayu, berkaitan dengan pola hidup. Secara khusus menurut Hermansyah, tema yang muncul dalam mantra serta hal yang mengikutinya dapat dibagi menjadi tiga yaitu kepercayaan/iman, syari’ah/ibadah dan akhlak.

Kepercayaan / Iman

Iman melibatkan pengakuan, pengucapan dan perbuatan yang merupakan salah satu pilar utama sejarah islam. Mantra ini diakhiri dengan teks “berkat doa la ilaha illallah muhammadarrasulullah’.  Menunjukkan kepercayaan bahwa tidak akan memiliki kekuatan apa-apa jika tidak mendapatkan izin dari Allah. Dapatlah di contohkan pada mantra ini.

Tawar Racun

Summa kana innama balit ke ia

Bukan ku balit dibalit Allah

Bukan kuasaku kuasa Allah

Allah memakan hu’ menelan

Rampang jatuh ke laut baharullah

Berkat do’a la ilaha illallah

Berkat muhammadarrasullullah

(Sumber: Kahar, Embau)

Syariah/Ibadah

Ibadah merupakan manifestasi dari pengakuan iman kepada Allah dan kerasulan Nabi Muhammad. Untuk di Kalimantan Barat sendiri, penuturan Hermansyah tidak banyak nilai ibadah yang terdapat dalam mantra melayu. Misalnya mantra berikut menurut pengamalnya hanya akan berjaya jika diamalkan selepas shalat wajib :

Untuk Keselamatan Badan

Jibril di kanan

Mikail di kiri

Israfil di belakang

Izrail di muka

Allah pelindungku

Binasa Allah Binasa Aku

Tidak Binasa Allah Tidak Binasa Aku

(Sumber: Yati, Pontianak)

Akhlak

Konsep akhlak dalam islam, tidak hanya dibatasi oleh sopan santun antar sesama manusia, melainkan juga berkaitan dengan sikap batin. Agak banyak mantra Melayu yang berisi konsep akhlak, terutama yang berkaitan dengan kasih sayang. Misalnya seseorang yang mengamalkannya berharap tidak terjadi perkelahian jika berjumpa dengan orang yang tidak menyenanginya. Dimaksudkan agar semula memusuhi berubah sebaliknya dan menghilangkan rasa permusuhan.

Ilmu Tidak Berlawan

Ilang luput tiada luput

Ilang mati tiada mati

Allah tiada mati

Muhammad pun tiada mati

Larilah engkau

Bukan kuasaku kuasa Allah

Berkat do’a la illaha illallah

Berkat Muhammad-ur-rasulullah

(Sumber : Anjang, Embau)

Lanjut, Hemansyah, dalam situasi dunia yang semakin terbuka seperti sekarang. Tentu saja berbagai peradaban, termasuk peradaban barat mewarnai dinamika budaya dan peradaban melayu. Oleh sebab itu, semakin modern pola hidup masyarakat Melayu dan semakin jauh mereka dari alam, maka mantra akan semakin tersisihkan dari kehidupan mereka.

Paling tidak, generasi penerus lebih memperhatikan khazanah budaya melayu khususnya Kalimantan Barat agar tidak di gerus zaman. ”dapat di lestarikan walaupun kita tidak menutup diri terhadap perubahan”, imbuhnya

 

(Ratih, April 2009)