Friday, June 27, 2008

EDISI 44/Religius Civitas

“Ichinen” Dalam Agama
Buddha Nichiren Syosyu

Oleh
AGUSTINA

Kata “Ichinen” berasal dari Bahasa Jepang yang mencakup empat penger¬tian, meliputi : pertama, perasaan hati yang sangat mendalam. Lalu yang kedua, keperca¬yaan hati yang sangat mendalam. Ketiga, hal-hal yang sering ter¬ingat. Dan yang keempat, kurun waktu yang singkat.
Dengan kata lain, bila kita memi¬liki “Ichinen” berarti memiliki ke¬inginan yang sungguh-sungguh. Sering dikatakan bahwa terwujud atau tidak¬nya keinginan kita ter¬gantung pada dasar dari keinginan tersebut. Keiginan akan dapat mudah tercapai jika memiliki dasar untuk kebahagiaan orang lain. Dan sebalik¬nya, jika keinginan itu hanya ego kita, untuk kebahagiaan pribadi kita, maka akan susah tercapai. Kalau¬pun tercapai tidak akan me¬nim¬bulkan suatu keb¬a¬hagiaan atau ke¬pua¬san.
Sang Budha sering mengajar hen¬daknya kita selalu meninjau ulang terhadap dasar dari setiap keinginan kita. Setelah memiliki dasar untuk kebahagiaan orang lain, kita harus tetap konsisten terhadap keinginan tersebut.
Keinginan yang kuat disertai dengan pelaksanaan dan doa. Banyak orang yang memiliki keinginan, tetapi tidak melakukan pelaksanaan selan¬jutnya. Sebagai contoh, ada seorang mahasiswa yang memiliki keinginan untuk dapat menulis essay. Dasar dari keinginan tersebut adalah untuk egonya, yakni untuk men¬da¬pat¬kan uang sebagai tambahan peng¬ha¬silan.
Dalam mewujudkannya, maha¬siswa tersebut bisa saja putus asa di tengah jalan atau mengalami banyak halangan,sehingga tidak dapat menyelesaikan essay tersebut. Ka¬laupun essay tersebut selesai, maha¬siswa tersebut akan men¬dapatkan uang sebagai honor tulisannya. Hal itu dapat membuat mahasiswa bahagia, tetapi kebahagiaan itu tidak akan bertahan lama. Berbeda halnya jika dasar tujuan menulis essay tersebut adalah supaya orang membacanya mampu mendapatkan wawasan baru. Jika seperti itu keadaannya, maka yang dihasilkan dari penulisan essay tersebut akan mampu memberikan kebahagiaan yang lebih lama
Jadi, sang Budha selalu me¬nga¬jarkan bahwa kita harus mendasarkan segala hal untuk kebahagiaan orang lain maupun makhluk lain.[]

(Penulis ialah mahasiswa Hukum angkatan 2007)