Oleh:
Agustinah
Kepala Bagian Umum, Hukum, Tata Laksana dan Perlengkapan (UHTP) Biro Akademik dan Administrasi Kemahasiswaan (BAAK) Universitas Tanjungpura (Untan) Muhammad Ali menyatakan, tarif sewa ruang rapat dan gedung pertemuan di Untan belum final.
Tarif baru penyewaan ruang dan gedung di Untan yang mulai diterapkan pada akhir oktober lalu akan kembali naik menjelang awal tahun 2009. Penerapan tarif itu sesuai dengan ketentuan Rektor Untan yang tertuang usulan kenaikan tarif oleh Bagian UHTP BAAK Untan. Usulan tersebut telah lama dibuat, namun surat usulan tersebut perlu diperbaiki sesuai anjuran Pembantu Rektor II Untan Tambun Anyang.
Pemberlakukan tarif baru ini dipicu ditetapkannya standar biaya sewa ruang rapat dan gedung pertemuan perhari 2009 oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani. Ketentuan tarif sewa ruang rapat di Kalimantan Barat disesuaikan dengan luas ruangan. Untuk ruang besar dikenakan tarif sebesar 2,7 juta/hari, ruang sedang disewakan seharga 1,5 juta/hari dan untuk ruang berukuran kecil 1 juta/hari.sedangkan untuk gedung pertemuan dikenakan tarif sewa sebesar 3 juta/hari.
Adapun standar biaya sewa ruang rapat dan gedung pertemuan/hari 2009 yang ditetapkan oleh menteri keuangan Republik Indonesia di Kalimantan Barat.
No. Lokasi Tarif sewa/hari
1 Ruang Besar Rp. 2.700.000,-
2 Ruang Sedang Rp. 1.500.000,-
3 Ruang Kecil Rp. 1.000.000,-
4 Gedung Pertemuan Rp. 3.000.000,-
Kebijakan Tanpa Sosialisasi
Diberlakukannya kebijakan tersebut mengejutkan mahasiswa. Pasalnya kenaikan tarif ini dilakukan secara tiba-tiba tanpa sosialisasi sebelumnya. Komandan Korp Suka Relawan (KSR) Untan, Haryadi sesalkan kebijakan ini belum pernah disosialisasikan pada mahasiswa.
Tanggapan beragampun dilontarkan oleh mahasiswa. Anggota Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) Untan Herman menyetujui kebijakan tersebut. “Tidak masalah jika fasilitas tersebut dikomersialkan, tapi harus ada batasan dan disesuaikan tarifnya dengan oknum yang menyewa,” kata mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisip) Untan ini
Berbeda dengan anggota Keluarga Mahasiswa Ekonomi Katolik (Gameka) yang satu ini. Mahasiswa Fakultas Ekonomi (FE) angkatan 2004 Youris, kurang setuju dengan diberlakukannya kebijakan tersebut. “Saya kurang setuju. karena kebijakan ini akan berdampak negatif, kita merasa tidak memiliki kampus ini. Kita mengunakan fasilitas kampus kok bayar, kecuali yang menyewa orang lain dan untuk objek kegiatan luar,” ungkapnya. Tidak lupa Ia menyarankan, Jika memang ada dana untuk perawatan, sebaiknya jangan terlalu besar.”Lain kali mengadakan acara dijalan raya saja, kalau ada pihak yang bertanya kenapa dijalan raya, jawab jak, mahal,” candanya.
Kenaikan tarif sewa mengekang kreativitas mahasiswa
Kebijakan ini akan menghambat kreativitas mahasiswa, seperti yang diungkapkan Sekretaris Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Untan, Andri Froniko. “Ketika kebijakan ini diberlakukan, saya yakin kreativitas mahasiswa akan terhambat dan sangat menurun sebenarnya dana ini untuk pemeliharaan gedung atau ada terkandung nilai-nilai politis yang sengaja membunuh karakter mahasiswa dan memberikan sekat-sekat untuk tidak berkreativitas,” ungkap Andri.
Andri mengatakan kebijakan tersebut tidak wajar, padahal fasilitas tersebut merupakan hak mahasiswa. Kebijakan berupa anggaran pemeliharaan tersebut mengarah pada Badan Hukum Pendidikan (BHP) dimana Untan sudah mengkomersilkan fasilitas kampus, padahal anggaran untuk pemeliharaan sudah tersedia dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Kebijakan ini perlu dikaji ulang dimana fasilitas tersebut juga digunakan untuk mengembangkan mahasiswa dan mengatasnamakan Untan. Berbeda jika fasilitas tersebut berupa berupa kegiatan mengkomirsilkan suatu produk barulah kebijkana tersebut diberlakukan.
Menanggapi dana APBN untuk pemeliharaan fasilitas, Ali mengungkapkan dana APBN tersebut memang untuk pemeliharaan namun untuk skala besar. “Untan memang mendapat dana APBN, namun itu untuk pembangunan gedung. Nah tarif sewa itu nantinya tidak hanya untuk menyumbang kas daerah tapi juga untuk biaya perbaikan gedung,” jelas Ali.
Menurut Komandan Pramuka Mahasiswa Rio Purwanto, kebijakan ini akan memberatkan sektor pendanaan kegiatan. “Tarif penyewaan ini menimbulkan ketidakbebasan mahasiswa untuk menyalurkan ide-idenya. Hal ini disebabkan minimnya dana Usaha Kerja Mahasiswa (UKM) dan memaksa mahasiswa mencari alternatif lain,” ungkap mahasiswa Fakultas Kehutanan angkatan 2002 ini.
Mengenai hal ini Ali menyarankan kepada masing-masing UKM yang merasa keberatan membayar sewa gedung dapat mengajukan surat memohon keringanan dana kepada rektorat.[]
Adapun standar biaya sewa ruang rapat dan gedung pertemuan/hari 2009 yang ditetapkan oleh menteri keuangan Republik Indonesia di Kalimantan Barat.
No. Lokasi Tarif sewa/hari
1 Ruang Besar Rp. 2.700.000,-
2 Ruang Sedang Rp. 1.500.000,-
3 Ruang Kecil Rp. 1.000.000,-
4 Gedung Pertemuan Rp. 3.000.000,-
Kebijakan Tanpa Sosialisasi
Diberlakukannya kebijakan tersebut mengejutkan mahasiswa. Pasalnya kenaikan tarif ini dilakukan secara tiba-tiba tanpa sosialisasi sebelumnya. Komandan Korp Suka Relawan (KSR) Untan, Haryadi sesalkan kebijakan ini belum pernah disosialisasikan pada mahasiswa.
Tanggapan beragampun dilontarkan oleh mahasiswa. Anggota Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) Untan Herman menyetujui kebijakan tersebut. “Tidak masalah jika fasilitas tersebut dikomersialkan, tapi harus ada batasan dan disesuaikan tarifnya dengan oknum yang menyewa,” kata mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisip) Untan ini
Berbeda dengan anggota Keluarga Mahasiswa Ekonomi Katolik (Gameka) yang satu ini. Mahasiswa Fakultas Ekonomi (FE) angkatan 2004 Youris, kurang setuju dengan diberlakukannya kebijakan tersebut. “Saya kurang setuju. karena kebijakan ini akan berdampak negatif, kita merasa tidak memiliki kampus ini. Kita mengunakan fasilitas kampus kok bayar, kecuali yang menyewa orang lain dan untuk objek kegiatan luar,” ungkapnya. Tidak lupa Ia menyarankan, Jika memang ada dana untuk perawatan, sebaiknya jangan terlalu besar.”Lain kali mengadakan acara dijalan raya saja, kalau ada pihak yang bertanya kenapa dijalan raya, jawab jak, mahal,” candanya.
Kenaikan tarif sewa mengekang kreativitas mahasiswa
Kebijakan ini akan menghambat kreativitas mahasiswa, seperti yang diungkapkan Sekretaris Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Untan, Andri Froniko. “Ketika kebijakan ini diberlakukan, saya yakin kreativitas mahasiswa akan terhambat dan sangat menurun sebenarnya dana ini untuk pemeliharaan gedung atau ada terkandung nilai-nilai politis yang sengaja membunuh karakter mahasiswa dan memberikan sekat-sekat untuk tidak berkreativitas,” ungkap Andri.
Andri mengatakan kebijakan tersebut tidak wajar, padahal fasilitas tersebut merupakan hak mahasiswa. Kebijakan berupa anggaran pemeliharaan tersebut mengarah pada Badan Hukum Pendidikan (BHP) dimana Untan sudah mengkomersilkan fasilitas kampus, padahal anggaran untuk pemeliharaan sudah tersedia dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Kebijakan ini perlu dikaji ulang dimana fasilitas tersebut juga digunakan untuk mengembangkan mahasiswa dan mengatasnamakan Untan. Berbeda jika fasilitas tersebut berupa berupa kegiatan mengkomirsilkan suatu produk barulah kebijkana tersebut diberlakukan.
Menanggapi dana APBN untuk pemeliharaan fasilitas, Ali mengungkapkan dana APBN tersebut memang untuk pemeliharaan namun untuk skala besar. “Untan memang mendapat dana APBN, namun itu untuk pembangunan gedung. Nah tarif sewa itu nantinya tidak hanya untuk menyumbang kas daerah tapi juga untuk biaya perbaikan gedung,” jelas Ali.
Menurut Komandan Pramuka Mahasiswa Rio Purwanto, kebijakan ini akan memberatkan sektor pendanaan kegiatan. “Tarif penyewaan ini menimbulkan ketidakbebasan mahasiswa untuk menyalurkan ide-idenya. Hal ini disebabkan minimnya dana Usaha Kerja Mahasiswa (UKM) dan memaksa mahasiswa mencari alternatif lain,” ungkap mahasiswa Fakultas Kehutanan angkatan 2002 ini.
Mengenai hal ini Ali menyarankan kepada masing-masing UKM yang merasa keberatan membayar sewa gedung dapat mengajukan surat memohon keringanan dana kepada rektorat.[]